Kamis, 24 Oktober 2013

PERMASALAHAN ANAK ACEH PASCA KONFLIK

Masa konflik dan kekerasan yang berkepanjangan di Aceh antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan hal yang sangat sulit di alami oleh Masyarakat Aceh khusunya anak‐anak. Tidak terhitung berapa Korban Jiwa , orang‐orang yang mengalami trauma , kerusakan benda, kerugian materi. Kejadian‐kejadian yang sangat berdampak buruk terus dirasakan oleh Rakyat Aceh pada masa itu. Kekekrasan, pembubunuhan dimana‐dimana oleh pihak tertentu merupakan hal yang sangat tidak wajar dirasakan oleh anak‐anak. Aceh secara khususnya menjadi tempat yang sangat tragis dan membahayakan bagi kehidupan sehari‐hari. Kepentingn politik pihak tertentu menjadi sebuah alasan tanpa mempedulikan yang lain. Pada masa itu Masyarakat Aceh mengalami kekerasan oleh Militer, terjadinya penyekapan, Pemerkosaan. Pembunuhan, penyiksasaan oleh militer kepada rakyat aceh. Rakyat menderita karena kepentingan‐kepentingan politik yang ingin dimenangi oleh pihak tertentu. Ditambahkan lagi adanya Bencana Tsunami yang memporak‐porandakan Aceh, Tanggal 26 Desember 2004, yang banyak menelan korban Jiwa , menghancurka infrstruktur. Semakin jelas Aceh terus digulir dengan bencana‐bencana, baik bencana social maupun Bencana alam. Akhirnya Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sangat serius dalam menyelesaikan konflik di Aceh. Setelah proses yang sangat panjang Akhirnya Perundingan perdamaian di Aceh terwujud. Tanggal 15 Agustus 2005 momentum yang sangat bahagia yang di rasakan oleh Rakyat Aceh secara Khususnya Anak‐anak. Pendatanganan MoU Helsinski yang menandakan berakhirnya konflik dan kekerasan di Aceh yang dirasakan 30 tahun lebih senjak tahun 1976. Rakyat Aceh telah kembali dapat menikmati kehidupan normal sebagaimana yang dirasakan masyarakat diluar Aceh. Sudah berani menempuh perjalanan di malam hari, baik di pedesaan maupun di perkotaan, anak‐anak mulai berani pergi sekolah seperti biasanya, Sudah bisa berusaha dengan tenang untuk memperbaiki ekonomi keluarga pasca tsunami dan konflik. Keaadaan jauh lebih sangat baik, Tentram dan Sejahtera. Akankah kehidupan normal ini akan berlangsung untuk seterusnya? Secara umum dapat kita lihat, perubahan Aceh pasca Konflik terus di benahi, mulai dari segi pembangunan dalam pemulihan dilingkungan masyarakat, Anakanak, dan lain‐lain. Aceh kembali menjadi Semula sudah damai, namun tidak dapat dipungkiri karena perdamaian di Aceh adalah sebuah hadiah kenikmatan yang akan di rasakan oleh masyarakata Aceh kedepan. Anak‐anak Aceh sebagai generasi penerus bangsa terus dilindungi dan diberikan pemulihan/terapi secara tahap demi tahap. Ketraumaan anak‐anak Aceh dimasa konflik tidak dapat kita anggap sebuah hal biasa, pengalaman dimasa lalu terus direkam dalam ingatan Ana‐anak Aceh. Namun dengan Aceh masa kini, perlindungan kepada anak adalah perlu kita laksanakan secara berlahan‐lahan, sehingga anak Aceh kembali seperti layaknya mereka besekolah, bermain, mengaji dll. tanpa ada hirauan atan tantangan dan rintangan apapun.

Penelitian PKPA Aceh 2012

Berdasarkan penelitian lembaga Pusat Kajian dan Perlindungan (PKPA) Aceh. Terkait dengan permasalahan anak Aceh Pasca Konflik yang kita lakukan secara interview dengan Tokoh masyarakat, Anak Korban konflik langsung ataupun anak korban Konflik tidak langsung, dan Anak Putus Sekolah akibat Konflik . Yang ternyata kita menemukan banyak hal dari kajian tersebut. Aceh secara umum sudah jauh lebih membaik dari sebelumnya. Aktifitas masyarakat dari sektor manapun sudah mulai berkembang,. Semangat dalam menata hidup terus ditekuni oleh rakyat Aceh tanpa ada kekaruan yang dirasakan masa konflik dulu. Pengalaman masa konflik adalah suatu kenyataan tidak bisa dilupakan oleh masyarakat Aceh, Perdamaain adalah anugerah bagi kami. Kajian PKPA juga menyebutkan ternyata masih banyak masalah‐masalah terkait dengan anak korban konflik yang dialami Anak‐Anak Aceh saat ini. Anak Putus Sekolah Akibatkan konflik merupakan perhatian kita bersama, saat ini mereka tidak sekolah karena faktor ekonomi . Permasalah Ekonomi menjadi salah satu pertimbangan mereka, Anak Yatim Piatu, mereka juga merasakan hal yang sama putus sekolah. Bantuan Rekonsiliasi dan Mitigasi Konflik yang diberikan untuk mereka belum terealisasikan secara penuh. Secara Psikososial kita melihat bahwa anak secara umum masih mengalami ketraumaan yanga mendalam , dari tingkah laku anak ketika disekolah, didesa menujukkan bahwa anak‐anak masih terbawa ingatan masa lalu, Uraian mereka menyetakan Ada anak yang menyaksikan sendiri rumah mereka di bakar berikut dengan orang yang bersembunyi dirumah mereka, padahal orang tersebut masih hidup hanya terkena luka tembak. Orang tersebut mati terbakar bersama rumah anak tersebut. Ada juga anak yang Bapaknya meninggal karena di tembak, dan ibunya tahu siapa yang menembaknya tapi Ibunya memilih untuk tidak menceritakan siapa yang menembaknya. Sementara mereka sudah pernah merasakan hidup di pengungsian. Disamping itu menurut mereka semasa konflik, karena jarak rumah mereka sangat berjauhan, mereka dimalam hari memilih berkumpul dengan para tetangga mereka yang lain. Namun situasi itu sudah tidak mereka rasakan lagi sekarang, tapi yang tertinggal hanya perasaan sedih kalau mengingat orang terdekat mereka yang telah hilang ataupun meninggal karena di tembak. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Aceh Pasca Konflik menilai program yang dilakukan selama ini tidak mendukung langsung kepada sasaran anak, masih ada anak‐anak Putus sekolah, dan sedangkan secara psikososial anak mereka Masih merasa takut bahwa Konflik ini akan terulang kembali dikarenakan banyak dari mereka selama pasca Konflik Aceh belum pernah menerima program‐program pemulihan secara Psikososial. Meskipun demikian, Permasalahan anak korban Konflik Aceh merupakan tanggung jawab kita bersama untuk terus memastikan bahwa mereka harus berada diposisi yang aman. Perdamaian Aceh yang hampir mendekati tujuh Tahun adalah sebuah perjalanan yang sangat panjang demi mecapai kemakmuran Masyarakat Aceh.

**Nyakti Mardalena**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar