Tanggal 14 s/d 23 November 2011.
Empat anak Aceh, Nyakti Mardalena (16 tahun), Noera Nadia (18 tahun), Ahmad
Mukmal (14 tahun), Yulda Pratidina(16 tahun) dan 2 orang pendamping Abdullah
Madya (42 tahun) selaku pimpinan/penasehat LCO(Lost Children Operation) dan Eva
Mutya Dewi(28 tahun) selaku guru bahasa inggris di Kougetsu School di undang ke
Jepang untuk kunjungan persahabatan oleh PAC Jepang, dana yang di keluarkan
ialah dari donatur pemerintah Aceh dan pihak PAC jepang. Di sana mereka di ajak
untuk mengunjungi tempat-tempat penting seperti ke kantor Kedutaan Besar
Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, ke kantor Gubernur Iwate di Sendai, ke
kantor Bupati Osuchi, ke kantor Konsulat Indonesia di Osaka, dan tempat-tempat penting
lainnya.
Pengalaman yang sangat seru adalah
ketika anak-anak Aceh mengunjungi sekolah-sekolah darurat di Otsuchi. Otsuchi
adalah lokasi yang cukup parah di Jepang yang diterjang oleh tsunami bulan
maret silam. 26 Desember 2004 yang lalu, Aceh juga di kejutkan oleh bencana
yang dasyat yaitu gempa dan gelombang tsunami, telah menelan korban sekitar
200.000 jiwa. Tidak pernah di sangka ternyata bencana serupa terjadi juga di
Otsuchi, Jepang. Memahami perasaan para korban yang mengalami hal serupa, empat
anak Aceh mengunjungi sejumlah sekolah di sana untuk menghibur dan berbagi
penglaman. Kunjungan tersebut berlangsung hari Jumat (18/11/2011) pada pagi
hari yaitu sekolah SD (4 kelas) dan sekolah SMP (4 kelas). Empat anak Aceh tersebut pertama mengira akan menemukan muka
sedih dari wajah para murid di sekolah tersebut, ternyata apa yang terjadi
mereka malah menyambutnya dengan senyuman dan sangat antusias. Dalam sesi
pertemuan, ke empat anak Aceh menyanyikan lagu Indonesia Pusaka dan para murid
sekolah tersebut juga menampilkan nyanyian Jepang mereka. Tidak lupa juga anak
Aceh memberikan banner yang berisi tanda tangan para anak Aceh yang merupakan
korban tsunami juga. Kemudian, anak Aceh
diajari melukis shodo (kaligrafi). Ke empat anak Aceh tersebut sangat
bersyukur sekali karena di beri kesempatan untuk berkunjung ke lokasi Tsunami
di Jepang. Ini merupakan pengalaman yang sangat luar biasa bagi mereka.
Kemudian, pada malam hari rombongan
dari Aceh di sambut oleh welcome party oleh penduduk setempat di salah satu
rumah sementara para pengungsi. Keempat anak Aceh tersebut menampilkan tarian
kreasi khas Aceh dan sejumlah nyanyian Jepang yang telah dipersiapkan jauh-jauh
hari sebelum keberangkatan. Sekitar 50 penonton dari warga setempat, terlihat
kagum, dan antusias menyaksikan penampilan dari keempat anak Aceh tersebut.
Keesokan harinya, Nyakti Mardalena, Ahmad Mukmal, Yulda Pratidina dan Pakwa di
undang ke lapangan bola untuk bermain bola bersama tim klub Junior Otsuchi.
Bagi anak Aceh, ini permainan bola paling seru, karena ini kesempatan yang
sangat luar biasa bisa bertanding bola dengan mereka. Sedangkan Noera Nadia
bersama pendamping Eva Mutya Dewi tetap berada di rumah penginapan untuk
memasak nasi goreng khas Aceh untuk anak-anak kelompok pembaca Otsuchi.
Ternyata mereka sangat menyukai sekali nasi goreng buatan anak Aceh
tersebut sehingga beberapa kali tambah.
Kunjungan keempat anak Aceh tersebut
di akhiri di Osaka yaitu dimana mereka
diberi kesempatan untuk menikmati setiap wahana di Universal Studio
Japan (USJ). Menurut mereka, ini adalah pengalaman paling seru selama mereka
berada di negeri sakura tersebut. Dan mereka berharap suatu saat bisa kembali
menikmati setiap wahana tersebut. Kunjungan keempat anak tersebut, di sponsori
oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Lost Children Operation (LCO). Awalnya LSM
ini membentuk tim pencari anak hilang saat bencana tsunami yang terjadi di
Aceh. Kemudian di tahun 2005, LCO memberikan sejumlah bantuan dan dukungan bagi
anak-anak yatim piatu dan korban tsunami Aceh, serta mendirikan sekolah
Kougetsu School yaitu kelas bahasa inggris dan kelas bahasa jepang di kabupaten
Aceh Besar.
**Nyakti Mardalena**
Semangat Nyakti :D Luar biasa sudah ke Jepang.
BalasHapusOh ya, kamu nulis dari sudut pandang orang ketiga jamak (mereka). Akan lebih menarik kalo dari sudat pandang orang pertama tunggal (saya/aku). Lagian ini kan pengalaman Nyakti, jadi tulis saja pake saya/aku, lebih bebas untuk mengekspresikan diri.