Sabtu, 21 Desember 2013

Yuk Keep Smile! (Senyum Bagian dari Ibadah)

Senyum adalah ekspresi indah yang memancarkan kecantikan sejati. Senyum memang tidak susah untuk di ekspresikan. Namun sayangnya, kebanyakan orang sudah jarang sekali memancarkan kecantikan yang sejati itu. Mungkin karena terlalu mahal harganya. Sehingga timbul rasa pelit untuk bersedekah dengan cara menebar senyuman. Padahal kita semua tahu bahwa senyum itu memiliki banyak manfaatnya dan sama sekali tidak merugikan satu sama lain. Kalau pun ada yang tersenyum, mungkin senyum palsu kali ya.
Menurut sejumlah informasi dan artikel yang saya baca terdapat banyak manfaat dari tersenyum, misalnya seseorang itu dapat memancarkan suatu kebahagiaan yang tidak kita ketahui, membuat tubuh merasa lebih sehat, memancarkan aura positif, menjadikan make up yang paling indah, berbagi kebahagian dengan orang lain, dan masih banyak manfaat yang lainnya.
Itu hanya beberapa saja manfaat yang saya paparkan. Jika ingin tahu banyak hal tentang manfaat tersenyum, maka sering-sering lah tersenyum kepada orang yang ada di sekeliling kita. Seperti yang kita ketahui bahwa senyum itu sedekah dan menjadikan bagian dari ibadah. Berdasarkan hadist riwayat HR. Tarmidzi dan Ibnu Hibban:  Dari Abu Dzar ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu.” 
Melalui senyum, kita bisa merasakan kehangatan dan kebaikan hati orang lain. Wajah yang tersenyum sudah pasti lebih menyenangkan dibanding wajah-wajah murung. Bahkan wajah yang sering mengekspresikan diri dengan tersenyum hidupnya akan lebih lama, karena senyum itu obat mujarab untuk awet muda.
Tahukah anda dengan seseorang tersenyum dapat meramalkan seseorang itu di masa depan. Contohnya saja kita akan tahu bahwa masa depan kita akan lebih baik, merasa bahagia dan pastinya akan timbul rasa percaya diri terhadap apa saja yang ingin kita kerjakan suatu saat. Dengan kita tersenyum maka tak perlu susah payah berkeliling dunia untuk berbagi kebahagiaan.
Merasa bahagia? Tersenyumlah! Tapi ingat, tersenyumlah disaat anda memang ingin tersenyum. Jangan pula kita tersenyum kepada hal yang tidak seharusnya. Apalagi senyum-senyum sendiri, nanti malah disangka tidak waras. hehehe

**Nyakti Mardalena**

Sabtu, 07 Desember 2013

Butiran putih itu salju!


Ini adalah sepenggal pengalamanku, pengalaman yang mungkin biasa-biasa saja, namun begitu luar biasa bagiku. Kira-kira saat itu adalah hari kedua aku berada di negeri matahari terbit atau negeri sakura, sebutan untuk negara yang beribukota Tokyo tersebut. Sepenggal kisahku ketika sedang dalam perjalanan menuju kota Otsuchi. Kota yang berada di arah utara negara Jepang dimana kota itu mengalami musibah tsunami  terparah sepanjang tahun yang terjadi pada bulan maret tahun 2011 silam.
Tak sabar jari-jari tanganku ingin bercerita tentang sepenggal kisah itu. Siang itu, seusai menyantap makan siang di kota Tokyo, tepatnya di Times Squere. Tempat yang begitu luas dan besar serta gedungnya tinggi mencakar langit dan sama sekali belum pernah kujumpai di negeriku Indonesia. Aku dan rombongan langsung beranjak menunjuk ke stasiun bus. tempatnya tak begitu jauh, hanya memerlukan waktu 15 menit saja untuk sampai disana dengan berjalan kaki. kami akan melakukan perjalanan ke arah utara negeri sakura itu. Sepertinya perjalanannya cukup jauh, "kira-kira akan menghabiskan waktu sekitar 8 jam". Begitu kata salah satu pemandu kami.
Dalam bus, aku melihat para penumpang yang semuanya bermata sipit. Aku sempat bingung melihat mereka yang hampir semuanya mirip satu sama lain, ini mungkin karena aku belum sering melihat orang jepang secara banyak sekaligus. Para penumpang yang di dalam bus itu tidak berhenti menatap ke arah kami. Aku sempat grogi dibuatnya. Mungkin karena asing melihat orang seperti kami yang mengenakan kerudung, Apalagi  mereka melihatnya secara langsung dan mungkin juga mereka penasaran mengapa ada kami yang mungkin kelihatan asing dalam bus ini.
Aku duduk di bangku baris ketiga dari arah depan. bersyukur aku dapat tempat duduk dekat dengan jendela bus. dengan itu aku bisa melihat seluk-beluk dari arah kanan bus itu. Setelah semuanya beres. Bus pun berangkat. Tak begitu cepat melajunya. Melewati setiap sudut kota tokyo. Aku melihat orang-orang tokyo yang begitu sibuk melangkah setiap hentakan kakinya. Tak satu pun dari mereka yang berjalan pelan, tidak seperti jalanya sepasang pengantin. Mereka terlalu mementingkan waktu. Sepertinya tak sedetik pun terbuang begitu saja. Gedung-gedung yang menjulang tinggi membuat mataku terbelalak dengan keindahan sudut kota tokyo. Gedung-gedung yang berjajar begitu rapi dan toko-toko yang berdiri teratur tertata rapi. Bus terus berjalan melaju kearah luar kota tokyo. Kini lajuannya sudah sedikit cepat. Karena jalan yang di lewati adalah jalan antar kota.
Aku tak ingin melewati setiap tatapanku. Ini adalah kesempatan ku melihat indahnya negeri sakura itu. Tapi sayang, ternyata tak sadar aku tertidur sekitar dua jam dalam perjalanan. Ketika terbangun aku merasa sangat kesal. Pasti banyak daerah-daerah dan kejadian-kejadian yang indah sudah terlewat dan aku tak sempat melihatnya. Uhh. yang sudah terjadi biarlah terjadi. Aku berharap mudah-mudahan daerah yang akan dilewati selanjutnya adalah daerah yang tak kalah menariknya.
Bus terus berjalan. Melaju begitu kencang. Seolah-olah tak ada kendaraan lain di jalan itu. Jalan yang ramai di penuhi oleh kendaraan umum dan kendaran pribadi. Berjalan melewati penggunungan yang tinggi dan ditumbuhi pepohonan nan hijau. Walaupun jalan melewati pegunungan, tapi jalannya sama sekali tak berkelok atau bertikungan. Karena jalannya menembus bawahan gunung. Makanya jalan tak berkelok. Apalagi rusak. Tak ada sama sekali.
Ketika itu musim dingin. Tapi belum turun salju karena masih awal  musim dingin. Hmm ingin rasanya menggenggam butiran salju. Tak terlalu kupikirkan hal itu yang penting aku bisa menapakkan kaki di negara ini sudah lebih dari cukup. Dan akan ku ceritakan semua kegiatanku disini sama teman-temanku di aceh.
Gunung demi gunung pun terlewati. Tanpa sadar aku melihat butiran-butiran putih yang bertaburan di lereng penggunungan. Aku membuka mata lebar-lebar. "Oh tenryata butiran-butiran putih itu salju!". Langsung secara spontan kami serombongan dari aceh berteriak senang melihat salju yang sebelumnya belum pernah kami lihat secara langsung. Apalagi menyentuhnya. Rupanya mendengar teriakan kami. Salah satu pendamping meminta kepada orang yang memandu kami untuk memberhentikan bus itu sejenak. Guna untuk turun sebentar melihat salju yg ada disitu serta berfoto-foto.
Busnya pun berhenti. Tanpa ada instruksi, kami langsung keluar dari bus tersebut. Aku langsung menyebrang jalan yang diselimuti oleh sedikitnya butiran-butiran salju. Tanpa ku sadari tanganku langsung menjulur dan menggenggamnya. Terasa begitu lembut. Tapi aku tak sanggup mengenggamnya lama-lama karena tangannku yang sudah sangat dingin dan merah dan tak ada rasa lagi ketika aku menggengganya. Aku sempat mengabadikannya dengan berfoto-foto. Dan aku juga sempat menjilat sedikit butiran-butiran putih itu. Rasanya sama seperti es yang ada dalam freezer lemari es.
Kami pun dapat instruksi untuk segera  kembali ke bus untuk melanjutkan perjalanan ke Otsuchi. Mungkin sekiatar 2 jam lagi sampai. Bus langsung melanjutkan kembali perjalanannya. Aku melihat butiran salju menempel di sepanjang pegunungan itu. Aku sangat puas bisa menggenggam salju itu walaupun hanya sebentar. Rupanya saljunya baru saja turun di daerah pegunungan tersebut, maka dari itu saljunya belum tebal. Di pegunungan selanjutnya tak terlihat butiran-butiran itu lagi. Tak sabar ingin kuceritakannya kepada teman-temanku tentang cerita ini pada mereka di tanah air. Aku teringat ketika aku sebelum berangkat ke jepang. Teman-temanku sempat berpesan untuk tidak lupa membawa oleh-oleh berupa salju.
Akhirnya kami tiba di Otsuchi. Jam menunjukkan jam 4 sore. Tapi suasananya sudah hampir gelap seperti suasana magrib. Tiba-tiba salah satu orang jepang yang merupakan satu rombongan dengan kami memberikan sebuah botol kecil kepadaku. Aku mengambilkannya dan segera membuka tutupnya. Ternyata di dalamnya terdapat salju yang sudah sedikit mencair. Dia berkata kepadaku. "Oleh-olehku untukmu, tolong dibawa pulang". Serentak semua orang tertawa kegirangan sambil menatap lucu ke arah mukaku yang sedang memegang botol kecil itu. "Bagaimana mau bawa pulang? belum beberapa jam saja sudah mencair", pikirku sambil tertawa.


**Nyakti Mardalena**


Sabtu, 09 November 2013

Mengenai EYD


Hari ini adalah jadwal pertemuan komunitas Sidom Bloger yang ke-3. Pertemuannya di Radidha Caffe yang berlokasi di Darussalam. Tema kali ini adalah membahas tentang penggunaan EYD yang baik dan benar dalam menulis. Pembahasan ini harus saya ikuti serta saya simak baik-baik mengenai apa saja yang akan disampaikan oleh narasumber nanti. Karena pada dasarnya, saya sama sekali tidak paham tentang penggunaan EYD dalam menulis. Selama ini, ketika saya menulis, saya tidak pernah memperhatikan penggunaan EYD yang baik dan benar, seperti penggunaan tanda baca, penggunaan huruf kapital, penggunaan dasar pola bahasa dan sebagainya.

Saya sering menulis dengan sesuka hati saya, asalkan saya sendiri memahami apa maksud tulisan saya sendiri, saya kira sudah cukup. Rupanya pemikiran saya salah. Meski sudah lepas dari bangku sekolah atau kuliah, bukan berarti kita melupakan aturan ejaan dalam berbahasa. Karena apapun bidang pekerjaan yang kita pilih nantinya, tetap akan menuntut penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Karena tak jarang saya melihat bahwa ada beberapa penulis, wartawan, pejabat-pejabat di pemerintahan ataupun di swasta, kurang menguasai EYD dengan baik dalam tulisan-tulisan atau surat-surat resmi mereka. Termasuk saya yang masih harus banyak belajar memahami tentang itu.

Nah, berbicara mengenai EYD, kita akan membahasnya sekarang. Narasumber pada hari ini adalah bapak Prof. Dr. Makmur Dimila yaitu salah satu lulusan Universitas luar negeri yang merupakan pakar ahli dalam bidang bahasa blog.(katanya sih hehehe).

Beliau mengatakan EYD yang dibahas hari ini bukan Ejaan Yang Disempurnakan. Tetapi Ejaan Yang Enak Dibaca. Itu sih katanya. Tetapi pada dasarnya EYD adalah Ejaan Yang Disempurnakan. EYD sangat harus diperhatikan dalam menulis supaya pembaca mudah memahami maksud dari tulisan tersebut serta menarik perhatian para pembaca untuk membacanya. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. tapi kata Narasumber tadi, Ejaan Yang enak Dibaca berlaku sejak tadi ketika beliau mengeluarkan kata-kata tersebut.   

Agar mudah dalam mengusai EYD ketika menulis, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
  1. Mengikuti pola dasar bahasa Indonesia, yaitu subjek, predikat, objek dan keterangan.
  2.  Hindari terlalu banyak penggunaan kata “yang”.
  3. Hindari kesalahan dalam penulisan karakter.
  4. Setelah menulis sebuah tulisan, bacalah dengan nada yang kuat supaya terdengar dimana saja letak keanehan dan kerancuannya.
Dapat diketahui apabila kita sudah menguasai  tentang beberapa hal dalam penggunaan EYD di atas,  maka sangat mudah dalam membuat tulisan yang menarik dan bagus untuk dibaca. Pentingnya EYD dalam suatu tulisan diibaratkan pentingnya makan pada makhluk hidup. Maka dari itu, saya merasa perlu untuk menuliskan pedoman umum penggunaan EYD yang  merupakan dasar dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

**Nyakti Mardalena**

Kamis, 31 Oktober 2013

Surat Untuk Jepang

TO:
 CHILDREN OF OTSUCHI TOWN
Ogenki Desuka?

How are you Japan? Especially Otsuchi Town? Is that okay like when I visited there last year???. Remember me? I’m Nyakti Mardalena from Aceh. I have been visited Japan on november 14-23th 2011. I’m still remember all about that. Especcially when I visited Iwate Perfecture. We visited two schools. Two class of elementary school, and two class of senior high school in Otsuchi Town. We shared our experience each other.  I remember when I shared my expirience with a student of senior high school. I sitted next to her and we shared each other. Next, in another class, I was taught to write katakana writing by a student. And she wrote my name in katakana writing on paper.

After that, at night. We were celebrated welcome party by Otsuchi Town people. We were very happy. The wonderful experience. The children and the people of Otsuchi were very friendly. They showed us their culture.
IMG_2342j.JPG
I want to tell you about my activities after came back from Japan. I have much activities in here. I got much lessons after visited Japan. I’m more dilligent and cleverer now. on july 28-01st 2012, I was invited by KPAI(Komisi Perlindungan Anak Indonesia) to come to Jakarta for National Children’s Day Meeting. I was invited because I was a member of Children Organization in Banda Aceh and I was a child victims of conflict in Aceh six years ago. I was invited represent Aceh to meet all children who represent their province in Indonesia to Jakarta, too. I’m very proud because that was the first time I went to Jakarta and can met all children, gets more experience about children. There’re some pictures of  my activities in Jakarta below.



Now, I’m focus to my school. Because next year I will follow the last examnination to graduate from Senior High School.
I send this letter  through my friends who will go to Japan this year. They are smart children, and you will see them when they visit Otsuchi Town like we visited Otsuchi last year.
I wrote this lesson to kept maintain our relationship because it’s inpossible if we can meet each other directly.  So, my message to the children of Otsuchi is still remember me and I’m still remember you forever, focus to your future and I will wait you to come to Aceh next time.                          
SEE YOU NEXT TIME. I MISS YOU !!

FROM:
 NYAKTI MARDALENA





Jumat, 25 Oktober 2013

Empat Anak Aceh Berkunjung ke Lokasi Tsunami di Otsuchi, Jepang (November 2011)



Tanggal 14 s/d 23 November 2011. Empat anak Aceh, Nyakti Mardalena (16 tahun), Noera Nadia (18 tahun), Ahmad Mukmal (14 tahun), Yulda Pratidina(16 tahun) dan 2 orang pendamping Abdullah Madya (42 tahun) selaku pimpinan/penasehat LCO(Lost Children Operation) dan Eva Mutya Dewi(28 tahun) selaku guru bahasa inggris di Kougetsu School di undang ke Jepang untuk kunjungan persahabatan oleh PAC Jepang, dana yang di keluarkan ialah dari donatur pemerintah Aceh dan pihak PAC jepang. Di sana mereka di ajak untuk mengunjungi tempat-tempat penting seperti ke kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, ke kantor Gubernur Iwate di Sendai, ke kantor Bupati Osuchi, ke kantor Konsulat Indonesia di Osaka, dan tempat-tempat penting lainnya.
Pengalaman yang sangat seru adalah ketika anak-anak Aceh mengunjungi sekolah-sekolah darurat di Otsuchi. Otsuchi adalah lokasi yang cukup parah di Jepang yang diterjang oleh tsunami bulan maret silam. 26 Desember 2004 yang lalu, Aceh juga di kejutkan oleh bencana yang dasyat yaitu gempa dan gelombang tsunami, telah menelan korban sekitar 200.000 jiwa. Tidak pernah di sangka ternyata bencana serupa terjadi juga di Otsuchi, Jepang. Memahami perasaan para korban yang mengalami hal serupa, empat anak Aceh mengunjungi sejumlah sekolah di sana untuk menghibur dan berbagi penglaman. Kunjungan tersebut berlangsung hari Jumat (18/11/2011) pada pagi hari yaitu sekolah SD (4 kelas) dan sekolah SMP (4 kelas). Empat anak Aceh  tersebut pertama mengira akan menemukan muka sedih dari wajah para murid di sekolah tersebut, ternyata apa yang terjadi mereka malah menyambutnya dengan senyuman dan sangat antusias. Dalam sesi pertemuan, ke empat anak Aceh menyanyikan lagu Indonesia Pusaka dan para murid sekolah tersebut juga menampilkan nyanyian Jepang mereka. Tidak lupa juga anak Aceh memberikan banner yang berisi tanda tangan para anak Aceh yang merupakan korban tsunami juga. Kemudian, anak Aceh  diajari melukis shodo (kaligrafi). Ke empat anak Aceh tersebut sangat bersyukur sekali karena di beri kesempatan untuk berkunjung ke lokasi Tsunami di Jepang. Ini merupakan pengalaman yang sangat luar biasa bagi mereka.



Kemudian, pada malam hari rombongan dari Aceh di sambut oleh welcome party oleh penduduk setempat di salah satu rumah sementara para pengungsi. Keempat anak Aceh tersebut menampilkan tarian kreasi khas Aceh dan sejumlah nyanyian Jepang yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Sekitar 50 penonton dari warga setempat, terlihat kagum, dan antusias menyaksikan penampilan dari keempat anak Aceh tersebut. Keesokan harinya, Nyakti Mardalena, Ahmad Mukmal, Yulda Pratidina dan Pakwa di undang ke lapangan bola untuk bermain bola bersama tim klub Junior Otsuchi. Bagi anak Aceh, ini permainan bola paling seru, karena ini kesempatan yang sangat luar biasa bisa bertanding bola dengan mereka. Sedangkan Noera Nadia bersama pendamping Eva Mutya Dewi tetap berada di rumah penginapan untuk memasak nasi goreng khas Aceh untuk anak-anak kelompok pembaca Otsuchi. Ternyata mereka sangat menyukai sekali nasi goreng buatan anak Aceh tersebut  sehingga beberapa kali tambah.
Kunjungan keempat anak Aceh tersebut di akhiri di Osaka yaitu dimana mereka  diberi kesempatan untuk menikmati setiap wahana di Universal Studio Japan (USJ). Menurut mereka, ini adalah pengalaman paling seru selama mereka berada di negeri sakura tersebut. Dan mereka berharap suatu saat bisa kembali menikmati setiap wahana tersebut. Kunjungan keempat anak tersebut, di sponsori oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Lost Children Operation (LCO). Awalnya LSM ini membentuk tim pencari anak hilang saat bencana tsunami yang terjadi di Aceh. Kemudian di tahun 2005, LCO memberikan sejumlah bantuan dan dukungan bagi anak-anak yatim piatu dan korban tsunami Aceh, serta mendirikan sekolah Kougetsu School yaitu kelas bahasa inggris dan kelas bahasa jepang di kabupaten Aceh Besar.  

**Nyakti Mardalena**

Kamis, 24 Oktober 2013

PERMASALAHAN ANAK ACEH PASCA KONFLIK

Masa konflik dan kekerasan yang berkepanjangan di Aceh antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan hal yang sangat sulit di alami oleh Masyarakat Aceh khusunya anak‐anak. Tidak terhitung berapa Korban Jiwa , orang‐orang yang mengalami trauma , kerusakan benda, kerugian materi. Kejadian‐kejadian yang sangat berdampak buruk terus dirasakan oleh Rakyat Aceh pada masa itu. Kekekrasan, pembubunuhan dimana‐dimana oleh pihak tertentu merupakan hal yang sangat tidak wajar dirasakan oleh anak‐anak. Aceh secara khususnya menjadi tempat yang sangat tragis dan membahayakan bagi kehidupan sehari‐hari. Kepentingn politik pihak tertentu menjadi sebuah alasan tanpa mempedulikan yang lain. Pada masa itu Masyarakat Aceh mengalami kekerasan oleh Militer, terjadinya penyekapan, Pemerkosaan. Pembunuhan, penyiksasaan oleh militer kepada rakyat aceh. Rakyat menderita karena kepentingan‐kepentingan politik yang ingin dimenangi oleh pihak tertentu. Ditambahkan lagi adanya Bencana Tsunami yang memporak‐porandakan Aceh, Tanggal 26 Desember 2004, yang banyak menelan korban Jiwa , menghancurka infrstruktur. Semakin jelas Aceh terus digulir dengan bencana‐bencana, baik bencana social maupun Bencana alam. Akhirnya Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sangat serius dalam menyelesaikan konflik di Aceh. Setelah proses yang sangat panjang Akhirnya Perundingan perdamaian di Aceh terwujud. Tanggal 15 Agustus 2005 momentum yang sangat bahagia yang di rasakan oleh Rakyat Aceh secara Khususnya Anak‐anak. Pendatanganan MoU Helsinski yang menandakan berakhirnya konflik dan kekerasan di Aceh yang dirasakan 30 tahun lebih senjak tahun 1976. Rakyat Aceh telah kembali dapat menikmati kehidupan normal sebagaimana yang dirasakan masyarakat diluar Aceh. Sudah berani menempuh perjalanan di malam hari, baik di pedesaan maupun di perkotaan, anak‐anak mulai berani pergi sekolah seperti biasanya, Sudah bisa berusaha dengan tenang untuk memperbaiki ekonomi keluarga pasca tsunami dan konflik. Keaadaan jauh lebih sangat baik, Tentram dan Sejahtera. Akankah kehidupan normal ini akan berlangsung untuk seterusnya? Secara umum dapat kita lihat, perubahan Aceh pasca Konflik terus di benahi, mulai dari segi pembangunan dalam pemulihan dilingkungan masyarakat, Anakanak, dan lain‐lain. Aceh kembali menjadi Semula sudah damai, namun tidak dapat dipungkiri karena perdamaian di Aceh adalah sebuah hadiah kenikmatan yang akan di rasakan oleh masyarakata Aceh kedepan. Anak‐anak Aceh sebagai generasi penerus bangsa terus dilindungi dan diberikan pemulihan/terapi secara tahap demi tahap. Ketraumaan anak‐anak Aceh dimasa konflik tidak dapat kita anggap sebuah hal biasa, pengalaman dimasa lalu terus direkam dalam ingatan Ana‐anak Aceh. Namun dengan Aceh masa kini, perlindungan kepada anak adalah perlu kita laksanakan secara berlahan‐lahan, sehingga anak Aceh kembali seperti layaknya mereka besekolah, bermain, mengaji dll. tanpa ada hirauan atan tantangan dan rintangan apapun.

Penelitian PKPA Aceh 2012

Berdasarkan penelitian lembaga Pusat Kajian dan Perlindungan (PKPA) Aceh. Terkait dengan permasalahan anak Aceh Pasca Konflik yang kita lakukan secara interview dengan Tokoh masyarakat, Anak Korban konflik langsung ataupun anak korban Konflik tidak langsung, dan Anak Putus Sekolah akibat Konflik . Yang ternyata kita menemukan banyak hal dari kajian tersebut. Aceh secara umum sudah jauh lebih membaik dari sebelumnya. Aktifitas masyarakat dari sektor manapun sudah mulai berkembang,. Semangat dalam menata hidup terus ditekuni oleh rakyat Aceh tanpa ada kekaruan yang dirasakan masa konflik dulu. Pengalaman masa konflik adalah suatu kenyataan tidak bisa dilupakan oleh masyarakat Aceh, Perdamaain adalah anugerah bagi kami. Kajian PKPA juga menyebutkan ternyata masih banyak masalah‐masalah terkait dengan anak korban konflik yang dialami Anak‐Anak Aceh saat ini. Anak Putus Sekolah Akibatkan konflik merupakan perhatian kita bersama, saat ini mereka tidak sekolah karena faktor ekonomi . Permasalah Ekonomi menjadi salah satu pertimbangan mereka, Anak Yatim Piatu, mereka juga merasakan hal yang sama putus sekolah. Bantuan Rekonsiliasi dan Mitigasi Konflik yang diberikan untuk mereka belum terealisasikan secara penuh. Secara Psikososial kita melihat bahwa anak secara umum masih mengalami ketraumaan yanga mendalam , dari tingkah laku anak ketika disekolah, didesa menujukkan bahwa anak‐anak masih terbawa ingatan masa lalu, Uraian mereka menyetakan Ada anak yang menyaksikan sendiri rumah mereka di bakar berikut dengan orang yang bersembunyi dirumah mereka, padahal orang tersebut masih hidup hanya terkena luka tembak. Orang tersebut mati terbakar bersama rumah anak tersebut. Ada juga anak yang Bapaknya meninggal karena di tembak, dan ibunya tahu siapa yang menembaknya tapi Ibunya memilih untuk tidak menceritakan siapa yang menembaknya. Sementara mereka sudah pernah merasakan hidup di pengungsian. Disamping itu menurut mereka semasa konflik, karena jarak rumah mereka sangat berjauhan, mereka dimalam hari memilih berkumpul dengan para tetangga mereka yang lain. Namun situasi itu sudah tidak mereka rasakan lagi sekarang, tapi yang tertinggal hanya perasaan sedih kalau mengingat orang terdekat mereka yang telah hilang ataupun meninggal karena di tembak. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Aceh Pasca Konflik menilai program yang dilakukan selama ini tidak mendukung langsung kepada sasaran anak, masih ada anak‐anak Putus sekolah, dan sedangkan secara psikososial anak mereka Masih merasa takut bahwa Konflik ini akan terulang kembali dikarenakan banyak dari mereka selama pasca Konflik Aceh belum pernah menerima program‐program pemulihan secara Psikososial. Meskipun demikian, Permasalahan anak korban Konflik Aceh merupakan tanggung jawab kita bersama untuk terus memastikan bahwa mereka harus berada diposisi yang aman. Perdamaian Aceh yang hampir mendekati tujuh Tahun adalah sebuah perjalanan yang sangat panjang demi mecapai kemakmuran Masyarakat Aceh.

**Nyakti Mardalena**

PENGALAMANKU DI MASA KONFLIK ACEH DULU



Pada saat itu, aku masih sangat kecil dimana aku hidup di daerah kontak senjata antara GAM dan TNI. Umurku kira-kira 5 tahun dan tentunya sejak itu aku belum duduk di bangku sekolah. Walaupun aku masih kecil, tapi aku masih ingat kejadian-kejadian yang sangat pedih pada masa konflik tersebut. Kala itu, Kehidupan keluargaku bisa dibilang kehidupan yang sangat sederhana dan bahagia. Aku memiliki orang tua yang sangat penyayang dan dua orang kakak laki-laki yang sangat sayang kepadaku. Setiap anak pasti ingin merasakan kebahagian. Tetapi pada masa itu kebahagiaan yang aku rasakan tidak sama dengan kebahagian yang dirasakan anak-anak zaman sekarang. Bahkan pada saat itu, aku sama sekali tidak merasakan yang namanya kebahagiaan sesungguhnya pada masa kanak-kanaku dulu. karena  Setiap hari aku harus dihantui dengan suara ledakan dan suara tembakan peluru dimana-dimana. Tidak jarang kami harus tiarap dan mengunci pintu agar terlindungi dan tidak ada peluru nyasar yang mengenai keluarga kami. Begitulah setiap hari yang ku alami ketika masih tinggal di kampung kelahiranku dulu yaitu Samalanga, Pidie jaya, Aceh. Sangat takut memang, tapi apa boleh buat karena begitulah nasib kita tinggal di negeri konflik. Ada suatu ketika itu, aku ingat ketika segerombolan tentara turun ke desa kami, mereka menyuruh setiap rumah untuk menaiki bendera merah putih yang merupakan lambang bendera Indonesia. Kebetulan rumahku tidak menaiki bendera karena ibu memang benar-benar lupa menaruh bendera tersebut dimana. lalu tiba-tiba dua orang tentara mendekati pintu rumah kami, dengan suara keras dan wajah yang sangat marah, mereka memarahi ibuku dengan spontan, ibu terdiam sambil menundukkan kepala dan aku hanya bisa menangis dan bersembunyi di belakang ibu. Aku takut, karena di dalam pikiranku mereka akan mengambil senjata yang tergantung di punggung mereka dan dengan spontan mereka akan menembak kami berdua yang kebetulan hanya kami berdua saat itu. Rupanya masalah rumahku tidak menaiki bendera tidak di perpanjang. mereka hanya mengingati ibu agar tidak terjadi seperti ini lagi. Ketika masa-masa konflik, Setiap hari para TNI selalu turun ke kampung untuk patroli. entah apa yang di patroli aku sama tidak tahu karena aku masih sangat kecil waktu itu, aku hanya tahu dan ingat teman-temanku untuk selalu bermain tanpa memikirkan apapun. tapi setiap kami sedang bermain, selalu terdengar tembakan-tembakan yang dahsyat. Tentunya kami  harus berhenti bermain dan pulang ke rumah dengan hati yang karuan dengan suara-suara tembakan yang karuan pula. Aku sering tidak tahan dengan keadaan seperti itu. Setiap hari kami harus mengurungkan diri dirumah dan mengunci pintu rapat-rapat guna agar tidak terjadi hal-hal buruk yang tak di inginkan. Bahkan ketika aku sudah masuk sekolah pun kami harus diliburkan setiap hari karena takut akan terjadi kontak senjata di sekolah. Tapi aku sebenarnya tidak peduli dengan keadaan seprti itu karena aku masih belum tahu apa-apa. karena  yang aku ingin hanyalah bermain bersama teman-teman. sering kali ibu memarahiku dan kerap aku menangis karena selalu merengek-merengek minta keluar untuk melanjutkan permainanku bersama teman-teman. Selang beberapa hari, tiba-tiba terdengar  berita yaitu jika pasar ulee gle yang merupakan kampung asal ibuku telah dibakar ludes oleh para TNI, kami sempat tidak percaya, lalu ibu menanyakan hal itu kepada kakek kami dan ternyata benar dan alhamdulillah keluarga kakek di sana tidak apa-apa. Beberapa hari setelah terdengarnya kebakaran pasar ule gle, lalu terdengar kabar jika tidak akan lama pasar Simpang Mamplam akan di bakar juga, pasar itu tidak terlalu jauh dengan tempat kami tinggal, lalu masyarakat kampungku berencena membuat sesuatu supaya para TNI tidak lolos ke kampung kami untuk dibakarnya juga. mereka berencana untuk meletak sesuatu di jalan masuk ke desa kami, akhirnya masyarakat kampungku mengangkat jambo jaga(pos kamling) dan meletaknya pas di jalan masuk ke kampungku. Berhari-hari kami tidak bisa keluar dari kampung karena jalannya telah di tutup. Seminggu berlalu akhirnya benar dugaan masyarakat kampungku yaitu tiba saatnya dimana para TNI membakar seluruh pasar Simpang Mamplam sampai habis hangus terbakar tanpa bersisa. Suara tembakan kala itu sangat dahsyat dan tidak terhitung jumlahnya berapa. Suara tembakan itu sangat dekat dan aku bersama keluargaku hanya bisa berdoa sambil terduduk diam di rumah yang seakan-akan tengah berada di ujung tanduk. Sekitar 15 menit suara tembakan itu hilang, kami menuju ke pintu belakang dan kami melihat banyak sekali gumpalan asap hitam yang terbang ke atas langit. Kami sangat takut dan hanya bisa memanjatkan doa kepada sang pencipta. kami bersyukur karena tentara-tentara itu tidak masuk ke desa kami. Tapi aku sangat sedih melihat Para-para pemilik toko-toko di pasar tersebut merasa sangat dirugikan karena bertahun-tahun mereka membangun toko itu dengan susah payah. Dan dari situlah pendapatan para orang tua untuk mrnafkahi anak-anaknya, tapi apa daya mereka harus merelakan tokonya hangus dibakar begitu saja. Lama-kelamaan toko-toko itu mulai di bangun kembali dan tiba-tiba ayah memutuskan untuk pindah dari kampung tersebut, karena ayah merasa jika kampung itu sudah mulai tidak aman. Akhirnya kami semua pindah ke kampung Ibu di Uleegle,Pidie Jaya,Aceh. kami tinggal di rumah sederhana yang dekat dengan laut serta dekat dengan rumah kakek. Aku pun masuk ke sekolah baru, dan bertemu dengan teman-teman baru juga. Aku senang walaupun kadang-kadang kami juga mendengar suara tembakan, tapi kampung ini lumayan aman daripada kampung kelahiranku. Ketika aku duduk di bangku kelas 3 SD. Aku kembali merasakan hal pahit kala itu. Rupanya konflik bersenjata belum juga berakhir. Kami mendengar jika GAM akan membakar seluruh sekolah-sekolah yang ada disekitar itu karena supaya para TNI tidak menginap di sekolah-sekolah. Aku berpikir, jika mereka membakarnya, nanti aku dan juga teman-temanku sekolah dimana. Pikiranku semakin tak karuan karena sekolah SMP dan MIN yang dekat dengan sekolah kami telah di bakar, tapi aku heran rupanya GAM tidak membakar sekolah kami dan bahkan sekolah tersebut masih berdiri kokoh sampai sekarang ini. Aku senang bisa bersekolah di gedung sekolah, tidak seperti teman-temanku yang lain yang harus bersekolah di tenda-tenda. Rupanya Kakekku adalah seorang ulama, aku sering bermain ke tempat kakek, dan sering kali para TNI bertamu di rumah kakek. Kata ayah, TNI menghormati para ulama makanya sering sekali ke tempat kakek untuk bertamu. Pernah suatu hari ayah bercerita padaku, ketika itu, ayah dan ibu sedang pergi ke suatu tempat dengan kereta, tiba-tiba ada sekitar lima orang TNI menyetopi perjalanan ayah dan ibu. Para TNI hendak menangkap ibu dan ayah dan juga kereta yang di bawa ayah. Lalu ibu bilang jika ibu adalah anak seorang ulama dan ayah juga bilang jika ayah adalah menantu seorang ulama juga. Dan akhirnya para TNI itu melepaskan ibu dan ayahku. Pernah juga suatu ketika. Segerombolan TNI turun ke kampungku, mereka memasuki suatu warung kopi yang kebetulan ada ayah yang sedang minum kopi juga. Para TNI sepertinya geram kepada orang-orang yang duduk di warkop itu, lalu mereka memberi pelajaran dengan cara menyuruh membuka baju semua orang yang ada disitu. Dan menyuruh mereka untuk tidur berbaris di jalan dan para TNI berjalan di atas badan orang tersebut termasuk ayaku seolah-olah mereka berjalan di atas jembatan. Aku dan ibu sangat sedih mendengar mereka memperlakukan masyarakat desa kami begitu. Begitulah yang dilakukan para tentara setiap kali turun ke kampung-kampung. Setelah itu selang beberapa hari lagi, para TNI turun ke kampungku lagi. Saat itu ada salah satu penduduk yang kebetulan juga tetangga kami, dia sangat ketakutan dan lalu berteriak sambil lari, tujuan dia begitu adalah ingin memberi tahu kepada masyarakat bahwa TNI datang, tapi sayangnya TNI melihat dia dan mengejar dia lalu di pukuli rame-rame sampai babak belur. Para TNI mengira dia adalah GAM karena dia lari ketakutan. Setelah berbulan-berbulan hidup dikampungku yang baru terasa sudah sedikit aman, karena TNI ataupun GAM tidak lagi turun ke desa kami, walaupun kala itu masih saja tetap terjadi kontak senjata dimana-dimana. Aku dan keluargaku mulai tidak takut lagi dan menikmati indahnya hidup. Perlahan-lahan kami mencoba melupakan masa-masa pahit itu, tetapi belum juga perih yang kami rasakan ketika konflik hilang, rupanya Allah berkehendak lain, tepatnya tujuh tahun yang lalu Aceh mengalami musibah yang sangat dahsyat yaitu gempa bumi disertai gelombang tsunami. Rumahku dan isinya rata di terjang air laut, aku merasa hidupku tidak ada gairah lagi, rasanya aku tidak ada lagi harapan hidup kala itu. Tapi aku sangat bersyukur, karena ketika masa konflik dan tsunami keluargaku semuanya selamat. Kata ibu, Allah meberikan cobaan kepada kita karena Allah marah mengapa manusia suka sekali berperang dan bertumpah darah di atas bumi tercinta ini. Padahal, Allah menyuruh kita untuk menjaga dan melestarikan bumi ini. Setelah dua tahun setelah tsunami dan Aceh pun sudah damai, Ayah memutuskan untuk mengajak kami sekeluarga pindah ke kota Banda Aceh, karena ayah bilang, hidup kita itu harus tetap berjalan walaupun ada musibah dan cobaan.

**Nyakti Mardalena**


Tulisanku ketika kelas dua SMA ckckckck :p :D ;)